Review Buku Mencela Cuaca - karya Insani Wahyu Mubarok

Jangan mencela cuaca. cuaca memang begitu datangnya tahunan dan kita harus tanggap. 

Pisau, dan tiba-tiba punggung ini meneteskan darah bercucuran, ternyata kau tancapkan pisau di punggungku. 

Cerita cahaya senja, rasakan saja hembusan angin ini sambil bercerita, menceritakan cerita menghabiskan waktu dan menikmati cahaya senja. 

Sebagai Pendidik di Universitas Muhammadiyah Surabaya, yang memiliki hobi berkesenian, sampai sekarang aktif berkesenian membangun komunitas kesenian. Kesenian yang digauli hingga sekarang adalah seni musik, lukis, dan teater. Dari remaja hingga saat ini tidak bisa dipisahkan dengan kesenian.

Begitu pula dengan dunia sastra, penikmati sastra seperti merasakan manis pahitnya kehidupan yang ada disekitar kita. Menelaah sastra ibarat mencari hikmah disetiap kehidupan. Aktivitas sehari-hari sering dihabiskan di tempat pementasan atau pertunjukkan budaya, seperti Balai Budaya Cak Durasim maupun di Balai Pemuda Surabaya

Ini adalah buku pertama ditulis tunggal, biasanya aktif menulis tapi dalam bentuk antologi dari beberapa penulis contoh “Lahak, Pandemi”. Sering juga membantu mahasiswa PBSI UM Surabaya dalam menyelesaian film indie, dan Sebuah pementasan drama karena bertepatan mengampu mata kuliah Penyutradaraan dan Pementasan.

Temukan Kami di: 

Instagram : @berpuisipublishing

Instagram : @toko_berpuisi

Website : www.penerbitbukuin.com