.jpg)
Review Buku Nine Mine (Diktat Ronta-Ronta Jiwa, Cukup Tapi Tak Padat) - Karya Muhammad Zahroni
Spesifikasi Buku:
Ada rasa yang tumbuh diam-diam, lalu gugur tanpa sempat mekar. Ada kata yang tak pernah selesai diucap, hanya ditinggalkan di ujung dada. Dan ada nama yang tetap tinggal dalam doa, meski tak lagi diminta kembali.
Nine Mine bukan kumpulan puisi yang dibuat untuk mengesankan. Ia lahir dari perasaan yang sungguh-sungguh: tentang cinta yang tak utuh, rindu yang tak sempat pulang, dan luka yang dipelajari untuk dibiarkan tetap ada. Saya menulisnya bukan untuk menyelesaikan, tapi untuk memahami.
Jika kamu pernah jatuh hati tanpa tahu cara bangkit, atau pernah menunggu tanpa tahu apa yang ditunggu, mungkin beberapa halaman di buku ini akan bicara atas nama kamu.
Muhammad Zahroni, lahir di Bengkulu pada 18 Juni 2003, adalah seorang santri, mahasiswa, dan penulis puisi yang juga aktif sebagai desainer grafis, videografer, pendidik, serta penyanyi religi. Ia merupakan alumni Pondok Pesantren Daarul Qur’an Takhassus 1 Cinagara (2015–2018), dan saat ini sedang menempuh studi di Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) STIT Rakeyan Santang, Karawang. Selain kuliah, Zahroni tinggal dan mengabdi sebagai santri di Pondok Pesantren Al-Qur’an Qiroatussab’ah Kudang, tempat ia juga dipercaya sebagai penanggung jawab asrama tahfidz dan tilawah.
Di luar kesibukannya sebagai mahasiswa, Zahroni juga aktif di organisasi keagamaan sebagai anggota PC Jami’atul Qurro wal Huffadz Nahdlatul Ulama Garut. Ia mengajar Tilawatil Qur’an dan aktif mengikuti berbagai kegiatan seni-budaya santri. Kecintaannya pada al-Qur’an dibuktikan lewat berbagai prestasi, di antaranya Juara 1 STQH Provinsi Sumatera Selatan (Cabang 5 Juz dan Tilawah, 2021), Juara 1 MTQ Sumatera Selatan (Tilawah Anak-anak, 2016), dan Juara 1 STQ Sumatera Selatan (1 Juz dan Tilawah, 2013).
Lewat puisi-puisinya, Zahroni mengeja luka, rindu, dan makna pulang. Baginya, bahasa adalah jalan pulang paling sunyi, dan puisi menjadi ruang pengakuan yang tak mampu dilisankan. Kumpulan ini bukan sekadar rangkaian diksi, melainkan pantulan peristiwa batin seorang santri yang tumbuh di antara ayat-ayat, kehilangan, dan cinta yang tak selalu berpihak.